Di dunia ini banyak lelaki yang suka menebar janji, banyak pula yang pintar merayu dengan beribu rayuan manis. Membuat hati wanita serasa terbuai dengan semua alunan kata-katanya. Namun hanya sedikit wanita yang bisa tergiur dengan hanya rayuan-rayuan dan gombalan semata. Aku sebagai wanita pun tak ingin larut dengan rayuan yang kau berikan, aku pastikan bahwa dirimua tak hanya merayu saja. Namun berani menghadap orang tuaku untuk menyatakan cintamu kepadaku. Itu lah bukti yang sebenarnya diharapkan wanita, sebuah keberanian untuk meminta restu. Sebagai bukti jika engkau benar-benar mengharapkanku menjadi jodohmu.
Aku melihat dirimu datang menghadap orang tuaku. Mencari momen yang tepat untuk mengungkapkan perasaanmu dihadapan kedua orang tuaku. Aku melihatmu begitu gugup dan nampak bingung kira-kira apa yang akan kau ucapkan pertama kali. Beberapa engkau menghela nafas untuk berusaha meyakinkan diri untuk segera berkata memulai pembicaraan yang ada. Namun sejenak berulang kali engkau terlihat membungkuk kembali sambil memikirkan sesuatu yang membuatmu nampak grogi. Aku pun ikut grogi menatapmu dari sudut lain. Aku seolah merasakan degup jantung yang engkau rasakan. Namun pastilah dirimu yang lebih gemetaran. Pastinya engkau memikirkan banyak hal. Apakah dirimu akan diterima sebagai calon menantu orang tuaku, atau ditolak dengan berbagai alasan.
"Akhirnya engkau berani berucap, engkau menyatakan keinginanmu untuk mempersuntingku menjadi istrimu."
Aku bangga terhadapmu, engkau berani mengawali pembicaraan. Engkau lebih dahulu menyatakan perasaanmu, padahal kelihatannya orang tuaku pun sudah siap-siap bertanya kepadamu. Dengan kalimat-kalimat yang terkadang terbata-bata karena pastinya kau grogi luar biasa. Namun kalimat-kalimat yang engkau ucapkan jelas sekali aku dengar. Intinya engkau merasakan cinta pada diriku dan ingin menjadikanku sebagai istrimu. Dengan sedikit alasan bla bla bla engkau mencoba meyakinkan orang tuaku. Orang tuaku pun nampak dengan seksama memperhatikanmu yang masih dalam kegrogian. Sejenak selepas engkau mengutarakan semua keinginanmu, akhirnya orang tuaku menjawab dengan bijaknya. Bahwa ia memberi restu kepada dirimu untuk menjadikanku sebagai istrimu kelak. Aku pun memberikan respon bahwa aku pun menyetujuinya, aku ikut bahagia. Walau aku sering kali hanya diam. Karena aku pun terlarut dalam rasa deg-degan yang mungkin engkau rasakan.
"Terima kasih atas keberanianmu itu, itulah bukti nyata bahwa dirimu benar-benar mencintaiku."
Aku tak ingin menjadi wanita yang hanya sering dirayu-rayu saja, aku ingin bahagia dengan kepastian yang engkau berikan. Kini engkau telah menyatakannya di depan orang tuaku, aku salut kepada dirimu. Memang cinta itu harusnya dinyatakan dalam restu orang tua, agar mengalir doa untuk kebahagiaan kita. Cinta itu tak akan menjadi indah dan berkah jadinya, jika hanya dengan rayuan dan gombalan semata. Restu mereka orang tua kita adalah kuncinya, kunci apakah kita akan melangkah dalam pernikahan atau kita cukupkan saja karena tak ada restu mulia mereka yang tercurahkan. Aku bahagia, dengan restu kedua orang tuaku. Aku yakin melangkah bersamamu mebina keluarga nanti. Aku bahagia, dengan restu yang telah diberikan maka aku tak takut dengan ketidakpastian jika semua hanya berjalan dengan rayuan dan manisnya kata-kata cinta.
"Sekali lagi, kuucapkan terima kasih padamu. Wahai calon imamku."
0 Response to "Terima Kasih Telah Berani Meminta Restu Kepada Orang Tuaku, Aku Bahagia Engkau Telah Buktikan Keseriusanmu."
Post a Comment