Suatu senja seorang Ayah sedang bersendau gurau dengan anaknya. Sambil menikmati matahari yang sedang terbenam, Sang Ayah pun ingin bercerita kepada anaknya itu.
Ayah : "Nak, kamu punya cita-cita apa?"
Anak : "Entahlah Yah, aku belum memikirkan ingin jadi apa?"
Ayah : "Nak, cita-cita itu penting lho. Apa yang kamu harapkan, akan memperngaruhi tindakanmu ke depan."
Sang anak pun hanya terdiam mendengar kalimat dari ayahnya itu. Sambil merenungkan, memang sebenarnya apa yang ingin ia harapkan di masa depan nanti. Tiba-tiba ayahnya beranjak dari tempat duduk dan mengambil sebuah ember di dekatnya.
Ayah : "Nak lihat ember ini!."
Anak : "Ada apa dengan ember itu?"
Ayah : "Lihat saja, ayah ingin menunjukan sesuatu."
Sang anak pun mendekat ke arah ayahnya. Lalu sang ayah kemudian memasukan ke dalam ember itu beberapa batu yang cukup besar. Memasukannya hingga penuh, dan tidak bisa lagi dimasuki batu besar.
Ayah : "Nak, kira-kira ember ini bisa dimasuki apa lagi?"
Anak : "Hemmm, apa ya. Mungkin batu-batu kecil bisa dimasukkan ke dalamnya."
Ayah : "Iya benar, coba ambilkan batu-batu kecil di bawahmu itu lalu masukkan ke dalam ember ini."
Sang anak pun kemudian memasukan batu-batu kecil itu hingga memenuhi ember.
Ayah : "Nak, kira-kira ember ini masih bisa dimasuki apa lagi?"
Anak : "Hemmm, kerikil-kerikil kecil ini mungkin masih muat untuk dimasukkan ke sela-selanya."
Ayah : "Iya benar, masukkanlah!."
Anak : "Setelah kerikil ini pasti sudah penuh lagi Yah, emang mau dibuat apa?."
Sang ayah tidak menjawab, namun ia melangkah ke arah tumpukan pasir dan mengambil secukupnya. Lalu sang anak pun tahu bahwa memang pasir itu masih mampu masuk ke dalam ember. Karena bentuknya yang sangat halus sekali. Sang ayah pun memang memasukan pasir itu di sela-sela batu dan kerikil. Hingga ember itu sekarang terlihat sangat penuh.
Ayah : "Kira-kira masih bisa dimasuki apa lagi nak?"
Sang anak pun masih heran, ayahnya masih bertanya terus menerus. Sang anak pun paham, ember itu masih bisa dimasuki air.
Anak : "Dimasuki Air."
Ayah : "Benar sekali!"
Anak : "Sebenarnya apa yang ingin ayah tunjukkan?"
Ayah : "Ternyata kamu belum menyadarinya. Ember dan isinya itu seperti cita-cita, kegiatan dan waktu yang kamu miliki."
Anak : "Maksud Ayah?"
Ayah : "Lihatlah, ember ini awalnya adalah kosong lalu diisi dengan berbagai benda hingga penuh. Batu-batu besar itu ibarat harapanmu, cita-citamu, kegiatan-kegiatanmu dan ember itu seperti waktu yang engkau miliki. Batu-batu yang besar, bisa kamu sela-selai dengan batu-batu yang kecil. Bahkan kamu sela-selai dengan kerikil dan pasir. Begitupun tentang waktumu nanti, jika engkau melakukan hal-hal yang besar, cita-cita yang besar. Maka engkau bisa melakukan hal-hal kecil di sela-selanya. Namun sebaliknya, bayangkan tadi jika kita memasukan pasir terlebih dahulu hingga penuh. Niscaya batu-batu besar itu tidak akan bisa masuk. Jika kamu hanya fokus melakukan hal-hal dan cita-cita yang kecil, niscaya hal-hal yang besar itu sulit engkau lakukan. Karena memang sudah tidak ada ruang untuk mengisinya."
Sang anak pun mulai memahaminya, itu merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi dirinya. Ia pun menyimpulkan kembali.
Anak : "Berarti semakin banyak batu besar yang ingin kita masukkan terlebih dahulu, maka itu juga berpengaruh dengan seberapa banyak batu kecil yang masuk. Dan juga jika kita lakukan sebaliknya."
Ayah : "Iya benar, kamu mengerti pelajaran yang lain dari ember itu. Bagaimana kamu nanti mau memprioritaskan hal-hal besar terlebih dahulu. Sebelum melakukan hal-hal kecil. Jangan sampai hal-hal kecil akan memenuhi waktumu, sehingga hal-hal besar tidak bisa kamu lakukan. Maka bercita-citalah sebesar yang kamu inginkan, jangan kamu hidup tanpa cita-cita. Hiduplah dengan harapan besarmu, hingga engkau tahu prioritas mana yang harus kamu lakukan terlebih dahulu.
0 Response to "Kisah Inspirasi & Filosofi 1 - Ember Ayah dan Cita-Cita Anaknya "
Post a Comment