image : irmanissedikit.blogspot.com |
"Jika kulihat dirimu, kurasa engkau punya rasa yang istimewa padaku."
Pertemanan yang terjalin antara kita sudah berlangsung cukup lama. Menjadikan sebuah keakraban tersendiri yang begitu membahagiakan. Hingga menjadi dekat denganmu adalah hal yang sangat wajar. Rasa nyaman, rasa senang, hingga sebuah rasa rindu saat beberapa tidak bertemu untuk sekadar saling beradu sapa. Hingga tanpa sadar memang aku melihatmu mempunyai sebuah rasa yang istimewa pada diriku. Sebuah rasa yang terpancar dari pandanga matamu. Nampak berbinar ketika bersamaku, nampak cemburu ketika aku bersama orang lain, dan nampak aneh tanpa kejelasan sama sekali.
"Lama kuperhatikan seraya aku menunggu, akhirnya memang saling memendam rasa. Lalu entah mau sampai kapan aku juga tak tahu?"
Memang tidak mudah untuk mengakui bagi diri kita untuk mengungkapkan sebuah rasa. Apalagi rasa cinta yang terasa tulus di hati. Kecuali rasa-rasa buatan yang diada-adakan dengan berbagai rayuan. Terkadang semua kepedulian dan perhatian yang engkau berikan padaku membuatku GR sendiri, namun juga seringkali membuatku ragu kembali karena engkau agak menjauh juga. Mungkin dirimu juga ragu, karena takut adanya penolakan. Atau takut jika diriku telah menyukai orang lain. Padahal sejatinya memang aku lebih terasa mengutamakan dirimu dibanding orang lain.
"Kalau kelamaan nanti aku bisa ditikung teman, kalau tidak segera memberi kejelasan maka mungkin saja kau akan menerima undangan pernikahan dariku."
Tentu engkau tidak rela jika orang yang engkau cintai malah akhirnya dimiliki orang lain. Apalagi dirimu saja saat melihatku bersama orang lain langsung berpaling muka seraya menunduk penuh kesedihan. Seperti menyerah sebelum bertanding, padahal engkau tidak pernah bertanya siapa saja yang dekat denganku atau mereka yang mendekatiku. Namun sejak saat itu aku jadi semakin yakin, bahwa memang dirimu memiliki rasa cinta yang dalam padaku. Namun memang belum berani mengatakannya.
"Sebenarnya sudah terlihat jelas bahwa engkau mengharapkanku jadi jodohmu, tinggal bilang saja. Maukah engkau menikah denganku? Simpel kan, hehehe."
Kadang terpikirkan sejenak, engkau dengan gagah tegap berani jujur padaku bahwa engkau begitu mengharapkanku jadi jodohmu. Berkata bahawa engkau memang mencintaiku dari dulu. Mengajakku menikah, mengajakku hidup bersamamu. Rasanya memang sederhana sekali, namun memang kenyataan dalam hidup tidak sesederhana itu. Engkau sepertinya banyak pertimbangan, hingga ingin meyakinkanku dahulu sebelum mengungkapkan semua rasa.
"Jika memang ingin jadi jodohku, segera ungkapkan saja padaku. Lalu bilang ke orang tuaku untuk meminta restu."
Ketika diri ini masih menunggu dengan saling memendam rasa yang ada. Padahal aku ingin juga mengatakan bahwa engkau telah membuatku jatuh hati dengan semua sikap dan semua bentuk perhatianmu padaku. Aku berharap antara aku denganmu akhirnya tidak menjadi sebatas teman semata. Walau memang nyatanya sekarang masih menjadi teman yang dibumbui dengan sedikit candaan asmara. Aku juga tidak ingin pula cinta yang ada hanya sebatas menginginkan jad hubungan pacar-pacaran.
"Jujur saja, daripada dipendam malah sakit terasa. Daripada aku dihalalin orang lain, mengapa bukan engkau yang melamarku sebelum mereka?"
Ketika diri ini masih menunggu dengan saling memendam rasa yang ada. Padahal aku ingin juga mengatakan bahwa engkau telah membuatku jatuh hati dengan semua sikap dan semua bentuk perhatianmu padaku. Aku berharap antara aku denganmu akhirnya tidak menjadi sebatas teman semata. Walau memang nyatanya sekarang masih menjadi teman yang dibumbui dengan sedikit candaan asmara. Aku juga tidak ingin pula cinta yang ada hanya sebatas menginginkan jad hubungan pacar-pacaran.
"Jujur saja, daripada dipendam malah sakit terasa. Daripada aku dihalalin orang lain, mengapa bukan engkau yang melamarku sebelum mereka?"
0 Response to "Jika Kuperhatikan, Kurasa Sebenarnya Dirimu Mengharapkanku Jadi Jodohmu. Iya Kan ?"
Post a Comment